banner 728x250
Hukum, News  

Bisakah Hakim Memberikan Putusan Bebas Kepada Richard Eliezer ( Bharada E ) ?

Oleh : Iwan Sumiarsa S.H (Pembina LBH Keadilan Rakyat) dan Tita Nurhayati S.H (Paralegal)

mediakeadilanrakyat – Badan peradilan sebagai pilar negara hukum merupakan bentuk ikhtiar dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya. Hakim selaku aktor utama tentu berperan penting dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Seorang Hakim haruslah memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman dibidang hukum.

Dalam praktik peradilan pada dasarnya Hakim memiliki kebebasan dalam menjatuhkan sanksi pidana selama hal tersebut masih ada didalam batas maksimal ancaman pidana sesuai dengan ketentuan pasal yang bersangkutan atau hal ini dikenal dengan istilah Ultra Petita. Ditinjau dari segi normatif, secara tegas tidak ada yang mengatur terkait putusan pemindanaan harus sinkron atau lebih ringan dari dakwaan Jaksa.

Putusan Hakim kerap kali menuai berbagai kontroversi karena terdapat segelintir pihak hingga dikalangan masyarakat sekalipun ada yang merasa tidak puas akan hal tersebut walaupun pada prosesnya sudah bersesuaian dengan Hukum Acara yang berlaku. Seperti halnya pada hari Rabu 15 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Putusan Hakim ini lebih ringan daripada tuntutan JPU, karena sebelumnya Richard Eliezer dituntut dengan pidana penjara 12 tahun.
Sejatinya, Hakim, Penasihat Hukum, Jaksa dalam memandang satu perbuatan pidana itu seharusnya sama tetapi kembali lagi ke fungsi masing-masing, penasihat hukum tugasnya membela sehingga dia harus mencari hal-hal yang bisa meringankan perbuatannya, kalau Jaksa lebih condong ke hal-hal yang memberatkan seperti penjeraan dan lain-lain, kemudian peran Hakim yang arif dan bijaksana ini harus melihat antara kedua itu. Dalam persidangan ini, Richard Eliezer berperan sebagai Justice Collaborator atau Penguak Fakta untuk mengungkap dan membuat terang skenario besar yang direncanakan oleh Ferdy Sambo.
Menurut kami putusan Hakim terhadap Richard Eliezer ini sudah tepat mengingat perannya sebagai Justice Collaborator sangat penting untuk mendapatkan informasi. Dengan melihat faktor-faktor diantaranya Richard Eliezer sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collabolator, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya di kemudian hari dan yang terbesar kualitas nilainya adalah keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat memaafkan perbuatan Richard Eliezer, ini merupakan bagian dari bentuk hukum progresif.

Meskipun terdapat potensi untuk bebas bagi seorang Richard Eliezer jika dikaitkan dengan Pasal 48 KUHP yaitu dia melakukan pidana karena pengaruh paksa atau memakai pasal 51 yaitu karena perintah jabatan, akan tetapi didasarkan atas fakta yang terungkap di persidangan sebetulnya Richard Eliezer masih punya kesempatan untuk menghindari meninggalnya korban dengan mengarahkan ke bagian tubuh lain yang bukan daerah vital, akan tetapi dia tidak melakukannya.

Sejatinya Polisi merupakan seorang yang sangat terlatih dan dipersenjatai serta mempunyai wewenang secara khusus sebagai warga negara, seharusnya dapat memberikan rasa aman atau perlindungan terhadap siapapun dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu dari kejadian ini kiranya perlu mendesak untuk dilakukan reformasi total di tubuh institusi kepolisian untuk bisa lebih membangun kebudayaan integritas. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *